SULTRA PERDETIK, – Setelah tiga tahun mengalami stagnasi, harga rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akhirnya mengalami penyesuaian. Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, resmi menetapkan peningkatan harga rumah subsidi.
Berdasarkan peraturan tersebut, harga rumah subsidi tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 8 persen. Harga yang sebelumnya berada dalam kisaran Rp 150,5 juta hingga Rp 219 juta, kini naik menjadi Rp 162 juta hingga Rp 234 juta. Penyesuaian ini sejalan dengan kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun, yang didasarkan pada Indeks Harga Perdagangan Besar.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdullah, menyatakan bahwa penyesuaian ini telah lama dinanti oleh pengembang, terutama dalam segmen rumah subsidi. Dengan adanya penyesuaian harga ini, para pengembang dapat memastikan pasokan rumah subsidi dapat terjaga.
“Kami (Apersi) telah menantikan penyesuaian harga rumah subsidi ini karena hal ini akan menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Selama enam bulan terakhir, kita telah menunggu harga baru rumah subsidi karena selama tiga tahun tidak ada penyesuaian harga,” jelas Junaidi Abdullah dalam keterangannya pada Rabu (12/7/2023). Junaidi menjelaskan bahwa kondisi sebelumnya sangat berbeda karena banyak anggota Apersi yang terpaksa berhenti produksi karena harga tidak kunjung disesuaikan, sementara harga bahan bangunan terus meningkat.
“Kami khawatir bahwa berhentinya produksi ini akan menghambat pembangunan dan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan tempat tinggal,” tegas Junaidi Abdullah.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Apersi, Daniel Djumali. Ia menyatakan bahwa penyesuaian harga ini menjadi angin segar bagi industri properti di Indonesia.
“Kita bersemangat dan optimis bahwa para pengembang yang tergabung dalam Apersi akan dapat menyediakan lebih banyak rumah berkualitas bagi masyarakat yang membutuhkannya, terutama MBR,” ujar Daniel Djumali.
Daniel menambahkan harapannya agar dalam enam bulan mendatang, anggota Apersi dapat memanfaatkan kondisi ini untuk meningkatkan pasokan rumah subsidi di seluruh Tanah Air. “Apersi yakin bahwa tahun ini kita dapat memasok sebanyak 130 ribu unit rumah subsidi dan 40 ribu unit rumah komersial,” tambahnya.
Junaidi menegaskan bahwa angin segar ini diharapkan dapat diikuti oleh elemen lain yang terkait dengan produksi rumah subsidi. Menurutnya, masih ada beberapa kendala lain yang harus segera diatasi agar pasokan rumah subsidi dapat berjalan lancar, seperti perizinan bangunan gedung (PBG) dan isu lahan sawah dilindungi (LSD).
“Kendala dalam PBG dan LSD di beberapa daerah masih ada dan mengganggu produksi. Karena pembangunan rumah melibatkan berbagai tahapan, jika terjadi hambatan pada tahap awal, hal ini akan menghambat percepatan pembangunan rumah subsidi. Beberapa daerah masih belum menyelaraskan peraturan PBG dan LSD dengan yang ada di pusat. Semoga penyesuaian harga rumah subsidi ini juga diikuti dengan perbaikan di sisi lainnya, seperti harmonisasi agar tidak memberatkan para pengembang,” tambah Junaidi Abdullah.
Dengan penyesuaian harga ini, diharapkan pasokan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah dapat terjaga dan meningkat, memenuhi kebutuhan perumahan yang masih tinggi di Indonesia. (red)