SULTRA PERDETIK, Tarakan – Cerita film tentang seni tutur suku Tidung, Kalimantan Utara berjudul “Bedindang Bedibuay” dari sineas Rohil Fidiawan serta Taufan Agustiyan Prakoso selama Tarakan terpilih untuk produksi film pendek Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, juga Teknologi (Kemendikbudristek) RI.
“Film ini akan jadi spesial bagi umum Kalimantan Utara. Secara universal, Bedindang Bedibuay kuat akan unsur seni serta juga syariat Islam secara sederhana dengan lirik doa yang mana terkandung,” kata Rohil dalam Tarakan, Kamis.
Kemendikbudristek RI melalui Direktorat Perfilman, Musik, kemudian Media, yakni Indonesiana.TV mengadakan open call layar cerita perempuan Indonesia (LCPI) 2023 beberapa waktu lalu.
Kegiatan ini merupakan kompetisi film pendek fiksi dalam bentuk proposal ide cerita yang dikurasi agar dapat pendanaan langsung dari negara untuk memproduksi film pendek fiksi.
Ratusan sineas yang yang disebut berasal dari seluruh Indonesia, bertarung menjadi yang mana itu terbaik agar proposalnya terpilih.
Usai proses kurasi yang digunakan dimaksud melibatkan para kurator profesional untuk menilai setiap proyek, terpilih 18 ide cerita dari berbagai kebudayaan di tempat dalam Indonesia.
Open call LCPI ini konsen pada isu kebudayaan yang dimaksud mengedepankan seni lisan oleh perempuan kemudian terjaring dari 10 kategori Objek Pelestarian Kebudayaan (OPK).
Rohil yang dimaksud dimaksud juga produser film menilai film “Bedindang Bedibuay” mempunyai makna dalam akan doa-doa lalu harapan kebaikan orang tua kepada anak di dalam tempat masa depan.
Tumbuh kemudian besar pada area lingkungan penduduk Tidung juga Bulungan, ia merasakan kuatnya warga Kaltara akan unsur budaya tutur lalu juga bercerita serta menjadi representatif ingatan sang produser di dalam dalam masa kecil.
“Bukan sekadar tutur lisan juga penghantar tidur untuk anak, ‘Bedindang Bedibuay’ merupakan cara-cara sederhana orang tua Tidung akan harapan baik dalam masa depan kepada anak,” kata Rohil.
Film ini mengadaptasi cerita latar belakang seniman asli kota Tarakan, Usman Najrid Maulana.
Saat konflik kepulangan lulusan sekolah seni ke kampung halaman, dihadapkan dengan tantangan melanjutkan kekaryaan.
“Ini merupakan cerita nelayan suku Tidung yang mana yang disebut sangat sederhana ya, yang digunakan mana terinspirasi dari seniman Usman. Berlatar belakang keluarga nelayan suku Tidung, melibatkan konflik perempuan suku Tidung bergelar sarjana seni,” katanya.
Rencananya, film ini akan diproduksi pada minggu kedua dalam bulan Oktober nanti. Rohil menyebut, akan melibatkan puluhan kru lalu penampilan kelompok Ina-ina Nurjalin milik Usman Najrid Maulana dari Paguntengara Artploration.
“Dari timeline, shooting dilaksanakan bulan depan. Semoga bukan meleset dari jadwal,” harapnya.
Selain itu, Sutradara Film “Bedindang Bedibuay”, Taufan Agustiyan, mengatakan, cerita tentang Bedindang Bedibuay ini tak lepas dari perjalanannya saat mengerjakan film dokumenter juga menjelajahi separuh tambahan wilayah Nusantara.
“Perjalanan saya sebagai sutradara film dokumenter, menemui ragam seni budaya baik sifatnya atraktif, dekoratif, maupun naratif. Ada beberapa kesamaan dalam tempat antara suku budaya di tempat tempat Indonesia, salah satunya seni tutur, baik dalam bentuk hikayat, macopat, dongeng, kemudian ragam bentuk lainnya yang dimaksud hal tersebut mempunyai pesan kuat juga filosofis sebagai pegangan tata nilai bermasyarakat,” imbuhnya.
“Bedindang Bedibuay” menurut Taufan, merupakan seni tutur suku Tidung yang tersebut digunakan menarik perhatiannya. Hal ini dikarenakan hikayat yang tersebut mana dilantunkan untuk menidurkan anak adalah upaya “menyelipkan” nilai leluhur kepada pikiran anak.
Sumber: ANTARANEWS