Peristiwa

BMKG: Suhu di Indonesia Hingga 38,4 Derajat, Apa Penyebabnya?

611
×

BMKG: Suhu di Indonesia Hingga 38,4 Derajat, Apa Penyebabnya?

Sebarkan artikel ini

PERDETIK, – Cuaca panas masih melanda sejumlah wilayah di Indonesia dalam beberapa hari terakhir, meskipun seharusnya sudah memasuki musim penghujan. Apakah musim hujan memang mengalami keterlambatan?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya mengingatkan masyarakat di beberapa wilayah untuk bersiap menghadapi dampak suhu panas yang meningkat di Indonesia. BMKG mencatat suhu di sejumlah daerah mencapai hingga 37-38,4 derajat Celsius.

Menurut analisis tim ahli meteorologi BMKG, suhu tertinggi tercatat di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, mencapai 38,4 derajat Celsius pada Senin (28/10) siang.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa penyebab panas di beberapa wilayah Indonesia adalah karena fenomena gerakan semu Matahari.

“Suhu panas yang kita alami ini adalah bagian dari siklus panas harian, yang disebabkan oleh gerakan semu Matahari. Pada bulan Oktober, posisi Matahari berada di sekitar 8-9 derajat Lintang Selatan,” ujar Guswanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/10).

“Akibatnya, wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menerima lebih banyak paparan sinar Matahari secara langsung,” tambahnya.

Selain itu, wilayah selatan Indonesia saat ini masih berada dalam musim kemarau dan sedang dalam transisi menuju musim hujan. Hal ini, lanjut Guswanto, membuat tutupan awan di selatan, khususnya Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara, tetap minim karena dipengaruhi angin Muson Timur.

“Sehingga suhu di wilayah selatan terasa lebih tinggi (panas),” jelasnya.

Musim hujan yang terlambat? Pakar klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menyatakan bahwa musim hujan diperkirakan akan datang terlambat di beberapa wilayah Indonesia.

Menurut Erma, penyebab utama keterlambatan ini, terutama di bagian selatan Indonesia, adalah aktivitas siklon tropis yang aktif di Samudra Pasifik dekat Jepang dan Filipina.

“Keberadaan siklon tropis di Samudra Pasifik dekat Jepang dan Filipina sepanjang Oktober ini mengalihkan aktivitas konvektif ke utara serta memusatkan angin di utara, sehingga monsun Asia yang selatan menuju terganggu dan melemah,” jelas Erma kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/10).

“Kondisi inilah yang menyebabkan awal musim hujan secara umum menjadi tertunda,” tambahnya.

Menurut data KAMAJAYA-BRIN, kondisi kering akibat siklon tropis di Belahan Bumi Utara (BBU) akan berlangsung hingga dasarian pertama November 2024.

Erma menyebut awal musim hujan terkait angin monsun baru akan terjadi pada awal Desember 2024.

Namun, peningkatan curah hujan bisa terjadi mulai dasarian kedua November di bagian barat Indonesia yang terkait dengan pembentukan vorteks di Samudra Hindia, tambahnya.

Wilayah yang diperkirakan terdampak peningkatan curah hujan pada periode tersebut adalah Sumatera, terutama pesisir baratnya, serta bagian barat dan tengah Jawa.

Sebelumnya, BMKG mengeluarkan prakiraan awal musim hujan 2024/2025, yang menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki musim hujan pada bulan September hingga November.

“Musim hujan 2024-2025 sudah dimulai di beberapa wilayah sejak Agustus 2024, dan diprediksi akan mencakup sebagian besar wilayah pada September hingga November 2024,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers dare baru-baru ini.

Dari total 699 zona musim (ZOM), Dwikorita mengungkapkan, 75 ZOM atau 10,7 persen wilayah telah memasuki musim hujan pada bulan September.

Sebanyak 210 ZOM atau 30,04 persen wilayah diperkirakan memasuki musim hujan pada bulan Oktober, dan 181 ZOM atau 25,9 persen wilayah lainnya pada bulan November. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!