Cadangan Nikel Melimpah, Namun Indonesia Terpaksa Impor dari Filipina

SULTRA PERDETIK, – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengungkapkan bahwa Indonesia, meskipun memiliki cadangan nikel yang besar sekitar 4,5 miliar ton berdasarkan Booklet Nikel 2020, sedang mengimpor bijih nikel dari Filipina. Penemuan ini mengejutkan, mengingat potensi sumber daya alam nikel yang kaya di Indonesia.

Pimpinan sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menjadi narator utama dalam mengungkapkan fenomena ini.

Dalam pengungkapannya, Wafid tidak menyebutkan secara rinci perusahaan mana yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina dan berapa jumlah yang diimpor. Namun, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Mei 2023 dan 15.000.000 kilogram pada waktu yang berbeda dalam tahun yang sama.

Bacaan Lainnya

Ini merupakan perubahan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Sejak tahun 2020 hingga 2022, tidak ada impor bijih nikel dan konsentratnya dari Filipina. Pada tahun 2019, sejumlah besar bijih nikel sekitar 56.663.000 kg pada Juni, 55.530.000 kg pada Agustus, dan 57.000.000 kg pada Juli diimpor dari Filipina melalui beberapa jalur.

Situasi pada tahun 2023 juga menunjukkan bahwa Indonesia melakukan impor nikel dan konsentrat dari negara-negara lain seperti Australia, Brasil, China, dan Singapura. Namun, jumlah impor dari negara-negara ini jauh lebih rendah daripada impor dari Filipina. Beberapa alasan yang diberikan oleh perusahaan untuk melakukan impor adalah kekurangan pasokan bahan baku bijih nikel di dalam negeri, terutama untuk memenuhi kebutuhan smelter.

Wafid menyatakan bahwa berdasarkan perhitungan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) nikel yang sudah disepakati, seharusnya pasokan bijih nikel untuk smelter di dalam negeri masih mencukupi. Namun, ada juga pernyataan bahwa cadangan nikel Indonesia diperkirakan hanya bertahan selama 10-15 tahun saja. Oleh karena itu, penting untuk segera melakukan kegiatan eksplorasi guna menemukan cadangan baru.

Situasi ini menggambarkan sebuah paradoks di mana Indonesia sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia harus mengimpor bijih nikel dari negara lain.

Hal ini mungkin disebabkan oleh dinamika pasokan dan permintaan, serta tantangan dalam mengelola sumber daya alam yang terbatas. Sementara cadangan nikel yang besar dapat memberikan keuntungan jangka panjang, tetapi tantangan pasokan dan keberlanjutan masih perlu diatasi untuk memastikan kelangsungan industri nikel di Indonesia. (red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *