MOROWALI – PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), perusahaan smelter nikel asal Cina yang beroperasi di Morowali, Sulawesi Tengah, menghadapi badai kesulitan finansial. Produksi perusahaan dilaporkan anjlok drastis, bahkan terancam berhenti total akibat penundaan pembayaran kepada pemasok energi lokal dan kesulitan mendapatkan bijih nikel.
Laporan Bloomberg mengungkap, sejumlah alat berat di lokasi pabrik kini terparkir tanpa aktivitas. PT GNI, yang terafiliasi dengan raksasa baja tahan karat Jiangsu Delong Nickel Industry Co., turut terimbas restrukturisasi utang induk perusahaannya di pengadilan Cina.
Ketatnya persaingan di sektor smelter nikel pirometalurgi di Indonesia dan penurunan harga nikel global sejak akhir 2022 memperparah kondisi keuangan PT GNI. Sejumlah bank besar di Indonesia, termasuk BCA, Bank Mandiri, dan BNI, diketahui terlibat dalam skema kredit sindikasi dengan total pinjaman mencapai jutaan dolar AS pada 2023. Belum ada kepastian apakah utang tersebut masih menyisakan kredit macet.
Jika PT GNI berhenti beroperasi dengan utang belum terselesaikan, citra perbankan yang terlibat bisa tercoreng. “Bank perlu mengevaluasi kondisi bisnis smelter dan mempertimbangkan mitigasi risiko serupa di masa depan,” ujar seorang analis industri keuangan.
PT GNI, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2021 dan masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), kini berada di ujung tanduk. Masa depan operasionalnya di industri smelter nikel Indonesia dipertanyakan.
Selain GNI, Jiangsu Delong memiliki dua unit bisnis lain di Indonesia, yaitu Obsidian Stainless Steel (OSS) dan VDNI di Konawe, Sulawesi Tenggara. Smelter RKEF Gunbuster, bagian dari PSN, melengkapi lini produksi OSS dan VDNI. Total investasi ketiga perusahaan mencapai US$8 miliar dengan penyerapan 27.000 tenaga kerja. (red)