SULAWESI TENGGARA, – Isu penggarapan lahan tanpa izin oleh PT Vale Indonesia Blok Pomalaa kembali mencuat. Indra Dapa Saranani, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mpo Cabang Konawe Selatan, menyampaikan kekhawatirannya terkait kegiatan operasi produksi nikel yang dilakukan perusahaan tersebut di Kabupaten Kolaka.
Dugaan kuat muncul mengenai aktivitas tambang yang beroperasi tanpa izin dari pemilik hak ulayat adat setempat.
Menurut Indra, berdasarkan Surat Aigendom Hak Ulayat Nomor 44 Tahun 1708, areal pertambangan PT Vale di Blok Pomalaa sejatinya adalah wilayah hak ulayat adat masyarakat Mekongga, yang berhak untuk mengatur dan mengelola wilayah tersebut.
Oleh karena itu, perusahaan diwajibkan untuk berkonsultasi dengan pemilik hak ulayat adat sebelum melanjutkan operasinya.
“Kami secara pribadi mendukung adanya investasi di Kabupaten Kolaka, tetapi semuanya harus sesuai dengan prosedur dan kaidah-kaidah pertambangan yang berlaku,” kata Indra dalam keterangannya.
Indra menegaskan pentingnya perhatian khusus terhadap permasalahan ini, yang menurutnya dapat berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Dia juga mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara untuk tidak menutup mata terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi.
“Kami tidak ingin dugaan pengarapan ini menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan maupun kerusuhan sosial adat di Kabupaten Kolaka,” ujarnya.
Indra lebih lanjut menjelaskan bahwa tanah yang saat ini dikelola oleh PT Vale bukanlah milik perusahaan, melainkan tanah yang diakui sebagai hak ulayat adat masyarakat Mekongga.
Hal ini telah diakui sejak masa Hindia Belanda dan tetap berlaku hingga sekarang. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan konsultasi dengan pihak adat setempat sebelum melakukan kegiatan apapun.
“Mereka (PT Vale) wajib berkonsultasi dengan kami. Jika tidak, kami akan membawa perkara ini ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara karena kami menduga kuat mereka melakukan operasi produksi nikel tanpa izin pemilik hak ulayat,” tegasnya.
Persoalan ini mengundang perhatian dari berbagai pihak, yang menilai bahwa ketidakpatuhan terhadap hak ulayat adat dapat berpotensi menimbulkan ketegangan sosial dan kerusakan lingkungan yang tak terelakkan.
Indra menekankan bahwa solusi damai dan musyawarah harus diutamakan untuk menjaga keseimbangan antara perkembangan ekonomi dan keberlanjutan sosial budaya masyarakat setempat. (Re)