SULTRA PERDETIK, – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif akhirnya memberikan penjelasan terkait tindakan beberapa perusahaan smelter asal Indonesia yang melakukan impor bijih nikel dari luar negeri, terutama bijih nikel yang berasal dari Filipina.
Dalam pernyataannya, Arifin Tasrif menyatakan bahwa langkah tersebut diambil karena tersendatnya pasokan bahan baku bijih nikel dari Blok Mandiodo.
Operasi tambang Blok Mandiodo sedang dihentikan akibat adanya kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Antam.
Hal ini mengakibatkan gangguan pasokan bijih nikel bagi perusahaan smelter yang sebelumnya mengandalkan pasokan dari Blok Mandiodo. “Kita sudah telusuri berita-berita tersebut. Terindikasi perusahaan yang impor itu adalah perusahaan yang selama ini mengambil bahan baku dari Blok Mandiodo yang saat ini bermasalah,” ungkap Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR pada Senin (4/9/2023).
Arifin Tasrif menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut terikat kontrak dengan off taker, yang mengharuskan mereka untuk melanjutkan proses pengolahan bijih nikel.
Oleh karena itu, impor bijih nikel dari luar negeri menjadi alternatif yang diambil oleh perusahaan-perusahaan tersebut. “Mereka mengambil langkah ini karena memang secara keseluruhan karena tidak boleh ekspor ore nikel semua produsen tambang sudah terikat dengan off taker smelter yang sedang berjalan,” kata dia.
Meskipun impor bijih nikel ini telah menimbulkan kontroversi, Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menegaskan bahwa berdasarkan perhitungan seluruh Rencana Keuangan dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel yang telah diterbitkan, pasokan bijih nikel untuk smelter di dalam negeri seharusnya mencukupi.
“Ada isu nikel yang diimpor dari Filipina karena smelter kekurangan bahan,” kata Wafid dikutip pada Rabu (30/8/2023).
Namun, Wafid memastikan bahwa jumlah bijih nikel yang dibutuhkan seharusnya mencukupi, dan tidak ada kekurangan pasokan di sekitar Sulawesi Utara.
Dengan demikian, pemerintah berusaha menjelaskan bahwa impor bijih nikel tersebut merupakan tindakan yang diambil sebagai upaya pemenuhan pasokan bahan baku yang mendesak bagi perusahaan smelter di Indonesia, terutama saat pasokan dari Blok Mandiodo mengalami kendala.
Meskipun demikian, hal ini tetap menjadi sorotan bagi banyak pihak, dan pemantauan lebih lanjut terhadap situasi ini masih diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri nikel dalam negeri. (red)