Peristiwa

Kejari Konsel Menahan Supriyani, Namun Penangguhan Menyulut Diskusi di Kejati Sultra

327
×

Kejari Konsel Menahan Supriyani, Namun Penangguhan Menyulut Diskusi di Kejati Sultra

Sebarkan artikel ini

Konawe Selatan,  — Kasus penganiayaan yang melibatkan Supriyani, seorang guru honorer, telah memicu diskusi hangat di kalangan aparat penegak hukum di Sulawesi Tenggara. Pada 16 Oktober 2024, Kejaksaan Negeri Konawe Selatan (Kejari Konsel) mengambil langkah tegas dengan menahan Supriyani setelah menyerahkan tersangka dan barang bukti.

Namun, penahanan tersebut menuai sorotan setelah Pengadilan Negeri Andoolo memutuskan untuk menangguhkan penahanan Supriyani, yang mengakibatkan perubahan sikap di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra).

Kejari Konsel menunjukkan komitmen untuk menegakkan hukum dengan menahan Supriyani, yang dituduh menganiaya seorang siswa yang merupakan anak anggota Polsek setempat. Namun, setelah kasus ini viral di media sosial, banyak pihak mulai mempertanyakan keputusan hukum tersebut. Penangguhan penahanan oleh pengadilan menyebabkan Kejati Sultra, di bawah pimpinan Wakil Kepala Kejati Anang Supriatna, terpaksa mengkaji ulang pendekatan mereka terhadap kasus ini.

Anang Supriatna mengemukakan bahwa jika pendekatan restorative justice diterapkan sejak awal, proses hukum dapat berjalan lebih baik dan lebih cepat. “Kasus ini telah menarik perhatian publik, dan kami ingin memastikan bahwa keadilan tercapai untuk semua pihak yang terlibat,” ujarnya saat memantau sidang pertama Supriyani.

Perubahan sikap di Kejati Sultra mencerminkan kebutuhan untuk menyeimbangkan penegakan hukum dengan kepentingan masyarakat. Diskusi mengenai kemungkinan solusi restorative justice menjadi sorotan, menandakan adanya harapan untuk menyelesaikan kasus ini secara lebih baik tanpa menambah beban hukum bagi Supriyani.

Dalam sidang yang diadakan, JPU Ujang Sutrisna membacakan dakwaan penganiayaan terhadap Supriyani, yang diduga terjadi selama proses belajar mengajar.

Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana tindakan hukum dapat berinteraksi dengan respons publik, menyoroti pentingnya komunikasi antara penegak hukum dan masyarakat dalam menyikapi isu-isu sensitif seperti ini.

Sikap yang berbeda antara Kejari Konsel dan Kejati Sultra dalam kasus ini menunjukkan kompleksitas penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam situasi yang melibatkan pendidikan dan perlindungan anak.

Pengembangan diskusi mengenai pendekatan restorative justice diharapkan dapat memberikan jalan tengah yang adil bagi semua pihak yang terlibat, sekaligus mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak dan pendidikan. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!