KENDARI, – Sebuah tragedi yang tak sepatutnya terjadi di dunia pendidikan terulang lagi di SMA Negeri 4 Kendari. Tawuran brutal yang terjadi di dalam lingkungan sekolah dan meluas hingga ke jalan raya menjadi cermin buram kegagalan mendidik siswa dengan baik.
Peristiwa yang berlangsung pada Rabu (25/9/2024) itu kini viral, menyebarkan rasa pilu dan kekecewaan di kalangan masyarakat yang menyaksikannya.
Rekaman video yang tersebar luas di media sosial menampilkan adegan yang menyayat hati. Seorang siswa yang mengenakan seragam batik sekolah terbaring tak berdaya di lantai, kedua tangannya menutupi kepala dalam upaya sia-sia melindungi diri.
Sementara itu, lebih dari 10 siswa lainnya tanpa ragu-ragu mengeroyoknya. Mereka menginjak-injak tubuh siswa malang itu, seolah-olah sudah tidak ada lagi rasa kemanusiaan di dalam diri mereka.
Jeritan, tangisan, dan amukan tanpa henti bergaung di halaman sekolah. Aksi ini tidak hanya merusak ketenangan di dalam lingkungan pendidikan, tetapi juga meluas ke ruas jalan di depan sekolah. Jalan yang biasanya ramai dengan kendaraan bermotor mendadak berubah menjadi arena pertunjukan kekerasan.
Para pengguna jalan dan siswa-siswi lainnya hanya bisa terpaku menyaksikan kekejaman yang terjadi di depan mata mereka, tanpa berdaya untuk menghentikannya.
Suasana yang memanas di luar gerbang sekolah itu memicu kemacetan panjang. Kendaraan berhenti di tengah jalan, pengendara menengok ke arah kerumunan siswa yang saling serang.
Para pejalan kaki tampak menutup mulut mereka dengan tangan, seakan tidak percaya bahwa aksi brutal tersebut bisa terjadi di depan mata mereka. Para siswa, yang seharusnya berada di kelas, menjadi penonton atas kekerasan yang meluluhlantakkan esensi pendidikan—tempat yang seharusnya membentuk karakter positif, bukan melahirkan perilaku destruktif.
Akar Permasalahan: Pemerasan Berkedok Kegiatan Sekolah?
Peristiwa itu tidak hanya menimbulkan kecaman publik, tetapi juga membangkitkan pertanyaan besar: bagaimana kekerasan semacam ini bisa terjadi di lingkungan sekolah yang seharusnya dijaga ketat? Dugaan demi dugaan mulai bermunculan.
Pelaksana Ketua Ikatan Alumni (IKA) SMAN 4 Kendari, Nasruddin, S.H., M.H., dengan tegas mengkritik manajemen sekolah dan bahkan mencurigai adanya keterlibatan kepala sekolah dalam praktik pemerasan yang diduga menjadi pemicu kekerasan tersebut.
“Kuat dugaan bahwa siswa kelas XII meminta uang harian kepada siswa kelas XI untuk keperluan kegiatan sekolah, yakni konser IFOS. Ironisnya, dugaan ini melibatkan persetujuan dari pihak kepala sekolah dan guru BK,” ungkap Nasruddin dengan nada geram.
“Ini bukan hanya persoalan kekerasan fisik, tapi juga persoalan moral. Bagaimana mungkin di sekolah ada praktik pemerasan yang dilegalkan?”
Nasruddin mengungkapkan bahwa masalah ini sudah berlangsung lama dan baru meledak dalam bentuk tawuran ini. Para siswa, yang seharusnya fokus belajar, justru terjebak dalam siklus ketakutan dan penindasan yang semakin memperparah suasana sekolah.
Dugaan Penganiayaan oleh Kepala Sekolah
Yang lebih mengagetkan lagi, Nasruddin juga menyebutkan bahwa kepala sekolah SMAN 4 Kendari diduga tidak hanya lalai, tetapi justru terlibat langsung dalam aksi kekerasan tersebut.
Bukannya melerai, kepala sekolah diduga ikut memukul salah satu siswa yang terlibat tawuran.
Tindakan ini tentu saja mencoreng integritas kepala sekolah sebagai sosok yang seharusnya menjadi teladan di lingkungan pendidikan.
“Informasi yang kami dapatkan menyebutkan bahwa kepala sekolah turut menganiaya salah satu siswa yang terlibat. Ini bukan tindakan seorang pendidik. Ini tindakan yang tidak manusiawi,” tegas Nasruddin.
Kemana Arah Pendidikan Kita?
Peristiwa di SMAN 4 Kendari ini menambah daftar panjang kasus kekerasan di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya nilai-nilai moral dan kedisiplinan. Siswa yang seharusnya belajar tentang saling menghargai dan berprestasi, justru terjebak dalam pusaran kekerasan yang memalukan.
Lebih tragis lagi, ketika orang-orang yang seharusnya menjadi penengah justru diduga memperkeruh keadaan.
Saat ini, masyarakat Kendari dan seluruh alumni SMAN 4 menunggu tindakan tegas dari dinas pendidikan serta pihak berwenang. Bagaimana masalah ini diselesaikan akan menjadi tolok ukur, apakah pendidikan di negeri ini bisa kembali ke jalur yang benar, atau justru terus terpuruk dalam krisis moral yang semakin dalam.
“Ini baru satu kasus yang terungkap. Saya yakin masih banyak masalah lain yang belum terlihat. Jika dibiarkan, ini akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja,” tutup Nasruddin.
Hingga berita ini diturunkan, kepala sekolah SMAN 4 Kendari Pak Liyu belum memberikan tanggapan. Sementara itu, tekanan publik semakin kuat agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret demi menyelamatkan masa depan generasi muda yang kini tampak semakin suram. (red)