KENDARI,– Spekulasi pergantian Penjabat (Pj) Bupati Buton Selatan, Parinringi, semakin menjadi perbincangan hangat setelah pernyataan singkat Pj Gubernur Sulawesi Tenggara, Komjen Pol (Purn) Andap Budhi Revianto, yang mengonfirmasi adanya perubahan tersebut. “Iya, ada pergantian,” ujarnya kepada wartawan pada Senin (4/11),tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Dia kemudian menyarankan wartawan untuk mengonfirmasi kepada Kepala Biro Pemerintahan, Muliadi, yang justru merespons dengan hati-hati, “Untuk menyampaikan ke publik itu bukan kewenangan saya. SK sudah ada di perwakilan, tapi saya sendiri belum melihatnya,” ungkap Muliadi.
Di balik pernyataan ini, muncul pertanyaan serius mengenai pola komunikasi dan kinerja Pj Gubernur dalam menangani isu penting di tingkat provinsi.
Mengapa proses pelantikan Pj Bupati baru terkesan lamban meskipun Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.3-4615 Tahun 2024 sudah dikeluarkan? Dalam keputusan tersebut, Mendagri memberhentikan Parinringi, S.E., M.Si., dari jabatan Pj Bupati Buton Selatan dan mengangkat Dr. M. Ridwan Badallah, S.Pd., M.M., yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tenggara.
Keterlambatan pelantikan Pj Bupati yang baru menimbulkan berbagai spekulasi dan mengundang kritik dari tokoh masyarakat dan organisasi.
Taufik Laode Mansyur, tokoh masyarakat dari Kecamatan Batu Atas, mengungkapkan pentingnya percepatan pelantikan untuk mencegah potensi kekacauan.
“SK tersebut sudah berlaku sejak Kamis minggu lalu. Pergantian ini penting agar tidak menimbulkan kekisruhan, terutama karena ada indikasi keberpihakan Pj sebelumnya pada salah satu paslon yang merusak integritas demokrasi,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa pemuda Buton Selatan siap melakukan aksi jika pelantikan tak kunjung dilaksanakan.
Pernyataan ini mencerminkan keresahan masyarakat yang mempertanyakan komitmen pemerintah provinsi dalam memastikan kelancaran proses transisi kepemimpinan.
Mengapa Pj Gubernur Andap Budhi Revianto belum mengambil langkah tegas? Apakah ada faktor-faktor politik atau administratif lain yang menjadi penghalang? Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung di benak publik.
Laode Tuangge, Ketua Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik (LPKP) Sulawesi Tenggara, menekankan bahwa pemerintah provinsi harus menjalankan keputusan Mendagri.
“SK Mendagri sudah jelas mengatur pemberhentian dan pengangkatan. Jika pelantikan tidak dilakukan, pelayanan publik di Buton Selatan akan terganggu. Potensi konflik horizontal juga bisa meningkat, terutama jelang Pilkada,” tegasnya.
Dia mempertanyakan apakah Pj Gubernur Andap memiliki alasan khusus untuk menunda pelantikan, atau jika ini adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan.
“Jika alasan penundaan adalah ketidaksetujuan Pj Gubernur terhadap keputusan Mendagri, maka ini bisa dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap undang-undang,” katanya.
Aldo Oba, tokoh pemuda Buton Selatan, menyampaikan bahwa keputusan sudah lama beredar di masyarakat.
“Jika pelantikan terus tertunda, dampaknya akan besar bagi stabilitas di Buton Selatan,” ujarnya. Dia juga mengungkapkan bahwa Parinringi telah berpamitan kepada sejumlah tokoh masyarakat dan ASN, mengindikasikan bahwa dirinya siap digantikan.
Melihat situasi ini, muncul pertanyaan kritis tentang transparansi dan efisiensi kinerja Pj Gubernur Sulawesi Tenggara.
Apakah Andap Budhi Revianto cukup tanggap terhadap dinamika politik dan kebutuhan administratif di provinsinya?
Penundaan seperti ini tidak hanya mengundang spekulasi publik, tetapi juga menciptakan potensi ketidakstabilan di tingkat daerah.
Dalam konteks pemerintahan yang bertanggung jawab, kepastian dan keterbukaan menjadi elemen penting yang kini dipertanyakan publik.
Apakah langkah berikutnya dari Pj Gubernur akan mengakhiri polemik ini atau justru memperpanjang ketidakjelasan, menjadi hal yang dinanti oleh masyarakat Buton Selatan dan pemerhati kebijakan publik. (Ixan Bombom)