Kendari, – Ratusan guru yang tergabung dalam Aliansi Guru-Guru SMA/SMK/SLB se-Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi damai di depan kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra, Senin (17/6/2024). Mereka turun ke jalan menuntut hak-hak yang hingga kini belum direalisasikan. Tidak hanya soal tunjangan dan gaji, mereka juga memperjuangkan kesejahteraan dan kepastian hidup yang semakin sulit diraih di tengah kondisi ekonomi yang menekan.
Di tengah aksi yang penuh haru, Koordinator Lapangan Aksi, Anny Aspina, menyampaikan bahwa banyak guru yang harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, lantaran tunjangan sertifikasi, THR, dan hak-hak lainnya tak kunjung cair. “Kami terpaksa Pinjol dengan harapan nanti hak-hak kami bisa terbayar. Tapi kenyataannya, kami terus menunggu tanpa ada kepastian,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Lebih menyedihkan lagi, dua rekan mereka telah berpulang sebelum hak-hak mereka terpenuhi. “Kami sangat kehilangan. Mereka tidak bisa lagi menuntut hak-haknya, dan itu sangat berat bagi kami,” kata Anny dengan suara bergetar.
Para guru menuntut pembayaran penuh tunjangan tambahan 100 persen, Gaji ke-13, serta THR 100 persen untuk tahun 2024, dan 50 persen THR tahun 2023 yang belum dibayarkan. Selain itu, mereka juga meminta penghapusan sistem pembayaran Central Operation (CO) yang dinilai merugikan. “Sistem ini membuat pembayaran tunjangan profesi guru (TPG) pada Triwulan IV menjadi tidak penuh. Kami ingin ada kejelasan dan kepastian,” tegas Anny.
Tidak hanya guru bersertifikasi, para guru non-sertifikasi juga mengeluhkan ketidakadilan dalam pembayaran Tunjangan Tambahan Penghasilan (Tamsil). “Kami juga mengajar, kami juga berhak mendapatkan kesejahteraan yang layak,” ujar salah seorang guru non-sertifikasi.
Di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Sulawesi Tenggara Andap Budhi Revianto, para guru merasa hak mereka belum sepenuhnya diperhatikan. Kini, mereka berharap di bawah kepemimpinan gubernur baru terpilih, Andi Sumangerukka, ada perubahan nyata yang bisa mereka rasakan. “Kami ingin ada kebijakan yang lebih berpihak kepada guru. Kami hanya ingin hak kami dipenuhi, tidak lebih,” kata seorang guru lainnya. (red)