Kendari, – Aktivitas pertambangan di Sulawesi Tenggara kembali menuai sorotan tajam.
Jaringan Advokasi Tambang Indonesia Wilayah Sulawesi Tenggara (JATI Sultra) melontarkan tuduhan serius terhadap PT. Toshida Indonesia, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Kolaka.
Perusahaan tersebut diduga kuat melakukan pencucian ore nikel hasil penambangan ilegal (illegal mining).
Enggi Indra Syahputra, Direktur Eksekutif JATI Sultra, mengungkapkan temuan mengejutkan ini setelah timnya melakukan investigasi lapangan di wilayah konsesi PT. Toshida.
“Kami menemukan indikasi kuat adanya pencucian ore nikel ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Toshida,” tegas Enggi.
Modus yang diduga dilakukan PT. Toshida terbilang rapi. Menurut Enggi, banyak kontraktor tambang yang beroperasi di wilayah IUP PT. Toshida, baik melalui Surat Perintah Kerja (SPK) maupun Joint Operasional (JO).
Namun, para kontraktor tersebut diduga melakukan penambangan di luar wilayah IUP PT. Toshida, yang secara hukum masuk kategori penambangan ilegal.
“Ore nikel hasil penambangan ilegal ini kemudian dibeli oleh PT. Toshida dan dimasukkan ke dalam stok file perusahaan. Selanjutnya, ore nikel tersebut dijual menggunakan dokumen PT. Toshida, seolah-olah berasal dari hasil produksi resmi perusahaan,” papar Enggi.
“Ini jelas modus pencucian ore nikel ilegal yang merugikan negara dan mencoreng citra industri pertambangan yang berkelanjutan.”
JATI Sultra tidak tinggal diam. Mereka berencana menelusuri lebih lanjut dugaan praktik kotor ini dan melaporkan oknum-oknum yang terlibat kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kami telah mengantongi nama-nama oknum yang diduga terlibat dalam pengapalan ore nikel ilegal ini,” ungkap Enggi, mengisyaratkan langkah tegas yang akan diambil.
Kasus ini menambah daftar panjang permasalahan pertambangan di Sulawesi Tenggara.
Sebelumnya, berbagai kasus penambangan ilegal dan pelanggaran lingkungan telah mencuat, mencoreng citra daerah yang kaya sumber daya alam ini.
Di tengah tuduhan pencucian ore nikel ilegal, PT. Toshida Indonesia juga menghadapi sengketa lahan adat dengan masyarakat Mekongga di Desa Taore, Kecamatan Aere, Kabupaten Kolaka Timur.
Konflik ini bermula dari dugaan bahwa IUP PT. Toshida berada di atas lahan yang diklaim sebagai milik masyarakat adat Mekongga.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Majelis Kerajaan Mekongga dan manajemen PT. Toshida Indonesia, Selasa (25/2/2025), sebagai langkah awal penyelesaian sengketa ini.
Dalam RDP tersebut, masyarakat adat Mekongga menegaskan bahwa mereka menginginkan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Mereka meminta kepastian atas hak mereka agar tidak terusir dari tanah leluhur.
Ketua Komisi I DPRD Sultra, La Isra, memastikan bahwa pihaknya akan segera melakukan tinjauan langsung ke lokasi guna melihat kondisi sebenarnya di lapangan. “Setelah ini besok kami akan tinjau lapangan,” tegas La Isra.
Lebih lanjut, La Isra menjelaskan bahwa setelah kunjungan lapangan, DPRD Sultra melalui Komisi I akan kembali memanggil semua pihak yang terkait dalam sengketa ini, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN), Majelis Kerajaan Mekongga, dan PT Toshida Indonesia.
Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak PT. Toshida Indonesia terkait tuduhan pencucian ore nikel ilegal dan sengketa lahan adat.
Pihak perusahaan belum memberikan tanggapan resmi terkait kedua permasalahan ini.
Kasus ini menambah daftar panjang permasalahan pertambangan di Sulawesi Tenggara. Masyarakat menanti langkah konkret dari APH dan DPRD Sultra untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan. (Red)