SULTRA PERDETIK, – Komisi VII DPR RI mendesak Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Wafid, untuk menangguhkan kegiatan usaha dua surveyor independen nikel, PT Carsurin dan PT Anindya Wiraputra, yang dituding melakukan kecurangan.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, saat membacakan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah perusahaan pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, Kementerian ESDM, dan Kementerian Perindustrian pada Kamis (8/6/2023).
Komisi VII DPR RI mendesak PLT Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk menangguhkan sementara kegiatan usaha PT Anindya dan PT Carsurin sebagai surveyor dalam melakukan verifikasi kualitas dan kuantitas hasil pertambangan sampai dengan rampungnya audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hasil audit tersebut diharapkan dapat disampaikan kepada Kementerian ESDM dan Komisi VII.
Desakan ini berdasarkan dugaan ketidaknetralan kedua surveyor tersebut dalam melakukan survei kadar nikel, yang berpotensi merugikan pendapatan negara.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Maman Abdurrahman, juga telah menanyakan perusahaan smelter satu per satu mengenai penggunaan jasa surveyor. Hal ini dilakukan karena ada lembaga surveyor yang dianggap telah merugikan para penambang.
Maman menjelaskan bahwa para penambang mengeluhkan kegiatan verifikasi kualitas bijih nikel dalam transaksi jual beli nikel dalam negeri yang dilakukan oleh lembaga surveyor, salah satunya adalah PT Anindya Wiraputra.
Para penambang atau trader banyak yang mengeluhkan adanya perbedaan hasil analisis antara pelabuhan muat dengan yang ada di perusahaan smelter. Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi para penambang karena harus menanggung penalti.
Dari banyaknya perusahaan smelter yang diperiksa, sebagian besar menggunakan jasa dari PT Anindya Wiraputra. Hal ini membuat Maman merasa heran, mengingat ada banyak lembaga surveyor yang telah mendapatkan Surat Keterangan (SK) resmi dari Kementerian ESDM.
“Mereka ada 11, tapi tadi saya melakukan langkah simulasi sederhana saja. Yang selalu disebut adalah Anindya. Ada yang menyebutkan di luar Anindya itu semuanya di luar Konawe. Kalau yang di Maluku, trennya adalah tidak memakai Anindya. Sekarang pertanyaan saya kepada Obsidian, kenapa harus menggunakan Anindya sedangkan ada 10 lembaga survei lain yang kita yakini memiliki kompetensi yang sama?” tanya Maman.
Hingga saat ini, Kementerian ESDM belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan tersebut. Namun, Komisi VII DPR RI berharap agar langkah-langkah yang diperlukan dapat segera dilakukan untuk menangani dugaan kecurangan yang terjadi dalam kegiatan survei nikel ini, sehingga dapat memastikan transparansi dan keadilan dalam industri pertambangan nikel di Indonesia. (Red)