JAKARTA, – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kolaka Utara membantah tuduhan manipulasi data pemilih yang dilayangkan oleh Pemohon dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Utara 2024. Pembantahan tersebut disampaikan sebagai Termohon pada persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (24/1/2025). Sidang kali ini mengusung agenda mendengarkan jawaban Termohon, keterangan pihak terkait, serta pengesahan alat bukti para pihak.
Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Pemohon dalam perkara ini adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Utara nomor urut 2, Sumarling dan Timber. Sedangkan pihak terkait adalah pasangan calon nomor urut 3, Nur Rahman Umar dan Jumarding.
KPU Kolaka Utara mengklarifikasi bahwa tuduhan manipulasi data pemilih yang disampaikan Pemohon berasal dari kesalahan penafsiran mengenai Daftar Pemilih Pindahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPT). KPU menjelaskan bahwa 22 orang yang diklaim masuk dalam DPTb dan 8 orang dalam DPK, semuanya memiliki hak untuk memilih pada Pilbup Kolaka Utara 2024. KPU menilai tuduhan tersebut bersifat asumtif tanpa dasar hukum yang kuat.
“Dalil yang diajukan Pemohon terkait manipulasi data pemilih tambahan bersifat asumtif dan tidak berdasar, oleh karena itu kami meminta Majelis Hakim untuk menolak permohonan ini,” ujar Saleh, kuasa hukum KPU Kolaka Utara.
Selain itu, KPU juga membantah tuduhan mengenai adanya pemilih yang tidak berhak di TPS 001 Desa Ulu Wawo. Kasus tersebut terkait dengan seorang pemilih bernama Supriadi yang, menurut klaim Pemohon, menggunakan hak suara atas nama orang lain. KPU menjelaskan bahwa kesalahan terjadi pada penulisan nama, dimana pemilih tersebut tercatat sebagai Supriyadi.
Tuduhan lainnya yang diangkat Pemohon adalah tentang rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kolaka Utara yang tidak dilaksanakan oleh KPU. Menurut KPU, rekomendasi tersebut tidak diberikan secara berjenjang dan tidak ada tindakan lebih lanjut dari Panwaslu Kecamatan terkait kasus penulisan nama yang keliru tersebut.
Dalam sidang yang sama, Pihak Terkait menanggapi klaim Pemohon tentang perbedaan penulisan nama di TPS 001, dengan menyatakan bahwa kesalahan tersebut tidak memerlukan pemungutan suara ulang (PSU). Pihak Terkait menegaskan bahwa pemilih tersebut justru memilih untuk pasangan calon Pemohon.
“Ternyata, Pemohon malah mendapatkan suara lebih di TPS tersebut. Ini tidak memerlukan PSU,” kata Denny Indrayana, kuasa hukum Pihak Terkait.
Terkait tuduhan Pemohon mengenai adanya pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), Pihak Terkait mengklarifikasi bahwa pertemuan dengan puluhan kepala desa bukan merupakan dukungan terhadap pasangan calon. Pertemuan tersebut adalah bagian dari acara penyuluhan hukum yang diadakan di Islamic Center Kolaka Utara.
Pihak Terkait juga membantah bahwa pertemuan dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kolaka Utara adalah bentuk dukungan kepada pasangan calon. Menurut mereka, pertemuan tersebut adalah acara diskusi organisasi keagamaan yang berlangsung jauh sebelum penetapan pasangan calon.
Dalam persidangan tersebut, Bawaslu Kolaka Utara turut memberikan penjelasan mengenai rekomendasi yang diterbitkan selama tahapan Pilbup Kolaka Utara 2024. Bawaslu menyampaikan bahwa beberapa rekomendasi terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) telah disampaikan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN), namun belum ditindaklanjuti.
Pada akhirnya, Pemohon dalam perkara ini meminta Majelis Hakim untuk membatalkan keputusan KPU Kabupaten Kolaka Utara mengenai penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Utara 2024, serta mengadakan pemungutan suara ulang di sejumlah TPS. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan lebih lanjut dari pihak terkait dan pengesahan bukti pada jadwal yang akan datang. (red)