KENDARI, – Persaingan industri tambang nikel di Sulawesi Tenggara semakin ketat seiring dengan distribusi kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang telah ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dari daftar perusahaan yang memperoleh kuota, PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) menjadi pemegang alokasi terbesar dengan 19,35 juta metrik ton (MT), diikuti oleh PT Tiran Indonesia dengan 10 juta MT, serta PT Ceria Nugraha Indotama yang mendapat 7,76 juta MT.
Dilansir dari Kendarikini.com, Kepala Dinas ESDM Sultra, Andi Azis, melalui Kabid Minerba Muhammad Hasbullah Idris pada 5 Februari 2025, sebanyak 60 perusahaan di Sultra telah mengantongi kuota RKAB dari Kementerian ESDM. “Data base kami itu adalah yang ditembuskan oleh pusat secara fisik, dalam hal ini Kementerian ESDM. Jadi kalau tidak ada itu berarti tidak ditembuskan,” ujar Hasbullah saat ditemui di ruangannya, 4 Februari 2025.
Kuota RKAB yang ditetapkan menjadi faktor kunci dalam operasional perusahaan tambang, terutama dalam memenuhi kebutuhan industri hilirisasi yang tengah digencarkan pemerintah. SCM, yang menjadi pemegang kuota terbesar, merupakan salah satu perusahaan yang terlibat dalam proyek strategis pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Konawe.
Selain tiga perusahaan besar tersebut, beberapa perusahaan lain juga memperoleh kuota signifikan. PT Gerbang Multi Sejahtera mendapatkan alokasi sebesar 4 juta MT, PT Putra Dermawan Pratama memperoleh 3 juta MT, dan PT Makmur Lestari Primatama kebagian 2,9 juta MT. Sementara itu, PT Karyatama Konawe Utara berada di posisi terbawah dengan alokasi hanya 799.000 MT.
Namun, tidak semua perusahaan tambang beruntung mendapatkan kuota RKAB. Beberapa perusahaan seperti PT Alam Raya Indah, PT Kembar Emas Sultra, dan PT Pertambangan Bumi Indonesia justru tercatat memiliki kuota 0 MT. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait kendala yang mereka hadapi, mulai dari aspek administratif hingga kepatuhan terhadap regulasi pemerintah.
Dampak dari distribusi kuota RKAB ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha tambang, tetapi juga oleh sektor hilir yang bergantung pada pasokan bahan baku. Dengan semakin ketatnya persaingan, perusahaan yang mendapatkan kuota besar diharapkan mampu menjalankan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan berkontribusi pada penguatan industri hilir dalam negeri.
Pemerintah sendiri terus mendorong transparansi dalam penentuan kuota RKAB guna memastikan industri tambang berjalan sesuai regulasi serta mendukung kebijakan hilirisasi yang menjadi prioritas nasional. (red)