KENDARI, – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit. Reskrimum) Polda Sulawesi Tenggara telah menetapkan Fakhruddin Noor (50), seorang karyawan swasta asal Depok, Jawa Barat, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Fakhruddin diduga menipu salah satu vendor, salah seorang pensiunan Polri yakni AKBP Pol (P) Rafiuddin, hingga mengalami kerugian mencapai Rp1,1 miliar.
Modusnya dilakukan melalui pengadaan material batu LPA untuk proyek jalan dan jembatan di Jl. Lingkar Kali Kadia, Kendari.
Penetapan ini didasarkan pada Surat Ketetapan Nomor S.Tap/87/IX/RES.1.11/2024/Dit. Reskrimum, tertanggal 17 September 2024.
Kasus ini mulai dilaporkan pada Mei 2023, dan baru pada September tahun ini Fakhruddin dinyatakan sebagai tersangka.
Meski telah dipanggil pertama kali, Fakhruddin tidak menghadiri pemanggilan tersebut, sehingga prosesnya kini memasuki bulan keenam belas.
Kerugian Besar dan Ketidakhadiran Tersangka
Didampingi tim pengacaranya, Dr. Dahlan Moga & Partners, Rafiuddin menjelaskan bahwa ia telah berulang kali berupaya bertemu Fakhruddin untuk menyelesaikan persoalan pembayaran.
“Fakhruddin berulang kali berjanji akan melunasi pembayaran, namun janji-janji tersebut tidak pernah ditepati. Bahkan, upaya saya untuk menagih secara langsung dengan datang ke Jakarta juga tidak membuahkan hasil,” ujar Rafiuddin.
Rafiuddin juga menceritakan bahwa pada suatu kesempatan, dia mendatangi rumah Fakhruddin untuk menyelesaikan masalah pembayaran.
Namun, Fakhruddin mendatangkan sekelompok preman yang membawa senjata tajam (sajam). Akibat kejadian itu, datang oknum TNI yang mencoba mendamaikan kedua pihak.
Meskipun demikian, Fakhruddin justru meminta perlindungan kepada Kapolres Depok, dan hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai pembayaran yang tertunda, dan lagi-lagi tidak ada kejelasan dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran.
Upaya Hukum dan Proses yang Lambat
Selain itu, Rafiuddin juga sudah tiga kali mengajukan permintaan hering di DPRD Kota Kendari. Namun, meskipun DPRD telah memberikan rekomendasi untuk memproses kasus ini sesuai hukum, Fakhruddin atau perwakilannya tidak pernah hadir dalam tiga panggilan tersebut.
Rafiuddin menambahkan bahwa dana untuk proyek ini, yang seharusnya digunakan untuk pembayaran, sebenarnya masih tersisa sebesar Rp2,3 miliar di Kantor Wali Kota Baubau.
Pada proses penyelidikan, Fakhruddin juga tidak menghadiri tiga panggilan polisi, bahkan meminta agar petugas Polda datang ke Jakarta untuk memeriksanya.
“Ini sungguh perlakuan yang menunjukkan bahwa dia tidak menghormati hukum dan seolah ingin menghindar dari tanggung jawab. Negara tidak boleh kalah dengan tindakan premanisme seperti ini,” tegas Rafiuddin.
Dengan kasus ini, Rafiuddin berharap agar pihak kepolisian bertindak lebih tegas dalam menegakkan hukum.
“Penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tegas. Kami menginginkan proses ini segera dipercepat agar ada kejelasan hukum,” ungkapnya.
Sisi lain, awak media mencoba menghubungi Direktur Ditreskrimum Polda Sultra Kombes Pol Dodi Ruyatman untuk meminta tanggapan terkait perkembangan kasus ini, namun hingga berita ini ditulis belum ada keterangan resmi yang diberikan.
Kasus ini mengundang perhatian publik, khususnya di Kendari, mengingat lambannya proses hukum yang dirasakan oleh pihak pelapor.
Pensiunan Polri tersebut berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti kasus ini sesuai prosedur hukum agar hak-hak pihak yang merasa dirugikan dapat terlindungi. (red)