Jakarta – Aroma korupsi kembali menyeruak di tubuh Badan Penghubung Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) di Jakarta.
Anggaran pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax diduga menjadi lahan manipulasi yang menguras uang negara hingga Rp 500 juta dalam kurun waktu tiga bulan.
Temuan ini diungkapkan oleh Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sultra. Direktur Ampuh, Hendro Nilopo, membeberkan dugaan praktik manipulasi yang terjadi sepanjang Januari hingga Maret 2023.
Berdasarkan data yang dimilikinya, pengisian BBM dilakukan hingga 1.000 kali, dengan biaya rata-rata Rp 500.000 per transaksi.
“Dalam satu hari, bahkan tercatat ada hingga tiga kali pengisian. Ini tidak masuk akal dan jelas mengindikasikan manipulasi besar-besaran,” ujar Hendro dalam keterangannya kepada Perdetik, Minggu (22/12/2024).
Badan Penghubung yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan Pemprov Sultra untuk urusan administratif dan diplomasi, kini menjadi sorotan publik.
Alih-alih menjalankan tugasnya dengan baik, lembaga ini justru diduga menjadi sarang penyelewengan anggaran.
“Manipulasi ini tidak bisa dianggap remeh. Unsur korupsi sesuai Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor jelas terpenuhi. Kami meminta KPK dan Kejagung segera bertindak,” tegas Hendro, yang juga mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta.
Hendro menambahkan, Ampuh telah mengantongi data lengkap yang dapat menjadi dasar penyelidikan.
“Daftarnya ada pada kami. Ini bukan sekadar dugaan, melainkan fakta yang perlu diungkap demi keadilan,” katanya.
Desakan agar Kepala Badan Penghubung Pemprov Sultra periode 2023 segera diperiksa semakin menguat.
Ampuh Sultra menilai keterlibatan pimpinan sangat mungkin terjadi dalam praktik yang melibatkan dana sebesar ini.
“Kalau tidak ada kendali dari pucuk pimpinan, mana mungkin manipulasi sebesar ini bisa terjadi?” tanya Hendro retoris.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Badan Penghubung Pemprov Sultra belum memberikan klarifikasi terkait tudingan ini. Upaya konfirmasi kepada Kepala Badan dan pejabat Pemprov lainnya belum mendapatkan respons.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa tata kelola anggaran yang lemah masih menjadi persoalan akut di Indonesia. Publik kini menanti langkah konkret dari penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. (Red)