Suriah, — Kejatuhan Presiden Bashar Assad yang mendadak pada Minggu (8/12) menandai titik balik dalam perang saudara Suriah yang telah berlangsung hampir 14 tahun. Abu Mohammed al-Golani, pemimpin kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS), bertemu untuk pertama kalinya dengan Mohammed Ghazi Jalali, Perdana Menteri yang akan segera melepas jabatannya. Pertemuan ini disebut sebagai upaya koordinasi transisi kekuasaan.
Dalam pernyataan yang diunggah melalui saluran Telegram HTS, Golani, mantan komandan al-Qaeda yang kini mengklaim mendukung pluralisme, menegaskan komitmen untuk mengelola transisi damai. Jalali sendiri mengakui sebagian besar menteri kabinet tetap bekerja dari Damaskus, meskipun layanan pemerintahan belum sepenuhnya pulih.
Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Suriah, Adam Abdelmoula, menyebut banyak pegawai pemerintah enggan kembali bekerja karena situasi yang belum stabil. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB menggelar sidang tertutup atas permintaan Rusia untuk membahas dampak politik dan keamanan di kawasan, termasuk pada misi perdamaian di Dataran Tinggi Golan.
Israel dan Rusia Bereaksi
Merespons kekosongan kekuasaan di Suriah, Israel mengerahkan pasukannya ke zona penyangga Dataran Tinggi Golan. Langkah ini, menurut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dilakukan untuk melindungi warga Israel. Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan suaka politik kepada Bashar Assad, yang kini dilaporkan berada di Moskow bersama keluarganya. Kremlin menegaskan tidak ada rencana pertemuan antara Putin dan Assad dalam waktu dekat.
Harapan Internasional untuk Suriah Baru
Transisi kekuasaan ini memantik harapan di berbagai belahan dunia. Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan menyampaikan dukungan pada Suriah untuk membangun pemerintahan inklusif. Serupa, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menekankan pentingnya proses transisi damai yang dipimpin rakyat Suriah.
Blinken menegaskan, “Amerika Serikat mendukung penuh upaya internasional untuk meminta pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM selama konflik, termasuk kejahatan yang dilakukan rezim Assad.”
Kehidupan Baru di Tengah Keruntuhan
Seiring keruntuhan rezim Assad, kelompok pemberontak bergerak cepat membuka penjara-penjara politik, termasuk Saydnaya, yang dikenal sebagai simbol kekejaman rezim. Sementara itu, bank-bank komersial dan sektor perminyakan berupaya kembali beroperasi.
Namun, masa depan Suriah masih penuh tantangan. Dengan HTS memimpin di sebagian besar wilayah, kelompok oposisi bersenjata lain yang didukung Turki dan ISIS masih menjadi ancaman bagi stabilitas di utara dan daerah-daerah terpencil.
Perjuangan untuk bangkit dari konflik panjang ini baru dimulai, namun banyak pihak berharap “Suriah baru” dapat membawa stabilitas bagi kawasan yang telah lama dilanda perang. (red)