Jakarta, – Pemerintah memutuskan untuk memangkas harga rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar Rp10,5 juta per unit mulai Desember 2024.
Pemangkasan ini dilakukan dengan menghapus dua pungutan, yakni Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Kebijakan ini ditujukan untuk mendukung percepatan program pembangunan 3 juta rumah per tahun, salah satu prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Penghapusan pungutan tersebut diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, serta Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, Senin (25/11), di Jakarta.
“Tadi kami bertiga baru saja menandatangani SKB untuk mempercepat program pembangunan 3 juta rumah. Beberapa biaya kami ringankan sekaligus mempercepat prosesnya,” ujar Tito dalam konferensi pers.
Kriteria Rumah yang Dapat Insentif
Tito menjelaskan, rumah MBR yang mendapatkan pembebasan retribusi diatur dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 22/Kpts/M/2023.
Aturan ini menetapkan batasan penghasilan dan luas bangunan bagi rumah umum, rumah susun, dan rumah swadaya yang layak mendapatkan pembebasan.
Untuk wilayah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku, dan Nusa Tenggara, pendapatan maksimal MBR bervariasi, mulai dari Rp7 juta hingga Rp8 juta per bulan.
Sementara untuk wilayah Papua dan sekitarnya, batas pendapatan maksimal ditetapkan antara Rp7,5 juta hingga Rp10 juta per bulan.
Rumah tipe 36 meter persegi untuk rumah umum atau rumah susun, serta tipe 48 meter persegi untuk rumah swadaya, menjadi ukuran yang memenuhi syarat mendapatkan insentif tersebut.
Penghematan Hingga Rp10,5 Juta
Dengan kebijakan ini, harga rumah tipe 36 dapat berkurang hingga Rp10,5 juta, terdiri dari pembebasan BPHTB sebesar Rp6,2 juta dan PBG sebesar Rp4,3 juta.
“Pembebasan ini sangat berarti bagi MBR. Kami ingin memastikan bahwa program ini benar-benar membantu mereka yang membutuhkan,” kata Tito.
Namun, kebijakan ini dipastikan akan memengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengingat BPHTB dan PBG selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.
“Kami sudah meminta kepala daerah untuk mempelajari definisi MBR dengan baik agar kebijakan ini tepat sasaran,” tambah Tito.
Dukungan Administratif
Menteri PKP Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara, menegaskan bahwa kebijakan ini akan berlaku efektif mulai Desember 2024.
Ara menyebutkan, penghapusan pungutan ini juga diikuti dengan percepatan proses penerbitan PBG yang sebelumnya memakan waktu 28 hari menjadi hanya 10 hari.
“Kita harus memangkas hambatan administratif untuk rakyat kecil. Semua proses ini tidak boleh terlambat agar target tercapai,” ujarnya.
Dengan langkah ini, pemerintah optimistis mampu mencapai target 3 juta rumah per tahun.
Kebijakan progresif ini diharapkan menjadi solusi bagi MBR untuk mendapatkan hunian layak dengan biaya yang lebih terjangkau. (Red)