Wakatobi – Kinerja Polres Wakatobi dalam mengawasi praktik pemboman ikan di perairan Wakatobi mendapat sorotan tajam. Minimnya pengawasan dan keterbatasan anggaran patroli laut membuat aksi ilegal ini semakin sulit dikendalikan. Sementara itu, perubahan kewenangan pengawasan laut yang kini berada di bawah pemerintah provinsi dinilai memperumit penegakan hukum di wilayah konservasi tersebut.
Sebuah video viral memperlihatkan ribuan ikan mati terapung di perairan Pulau Runduma, Kabupaten Wakatobi, diduga akibat aksi pemboman ikan ilegal yang semakin marak terjadi. Peristiwa ini mendapat perhatian serius dari anggota DPRD Wakatobi, Ahmad Billfagih, yang menyerukan peningkatan pengawasan di wilayah perairan untuk melindungi ekosistem laut yang kian terancam.
Insiden tersebut menunjukkan dampak nyata dari praktik ilegal yang merusak ekosistem laut. Dalam video berdurasi 2 menit 7 detik yang direkam oleh seorang nelayan, tampak jelas ribuan ikan mati terapung, diduga tidak sempat diambil oleh pelaku. Kejadian ini menambah kekhawatiran akan kerusakan ekosistem laut, terutama di perairan Pulau Runduma yang masuk dalam kawasan wisata bahari unggulan.
Plh Kasat Polairud Polres Wakatobi, IPDA Darmin, menyesalkan kurangnya respons pemerintah daerah dalam menangani persoalan ini. Ia menyebut ada kesan pembiaran yang membuat para pelaku semakin leluasa, sementara upaya dari aparat kepolisian pun dinilai belum maksimal.
“Dulu wilayah Taman Nasional Wakatobi menjadi tanggung jawab kabupaten, tetapi sekarang sudah masuk ke ranah provinsi. Seolah-olah pemda juga kayaknya cuek,” ujar Darmin, Selasa (28/1/2025).
Keterbatasan anggaran disebut menjadi kendala utama dalam pelaksanaan patroli laut. Dengan luasnya kawasan perairan Wakatobi, frekuensi patroli yang minim membuat aksi pemboman ikan sulit dideteksi. Padahal, dampaknya sangat merugikan ekosistem laut dan nelayan tradisional yang bergantung pada sumber daya perikanan berkelanjutan.
Ahmad Billfagih, anggota DPRD Wakatobi dari Fraksi Golkar, mengajak semua pihak, termasuk masyarakat dan instansi terkait, untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan laut. Ia menegaskan bahwa Wakatobi, sebagai salah satu destinasi wisata nasional terbaik, sangat bergantung pada kekayaan bawah lautnya, terutama terumbu karang yang menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
“Kerusakan terumbu karang akibat bom ikan tidak hanya menghancurkan ekosistem laut, tetapi juga berdampak langsung pada sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah,” ujar Ahmad Billfagih.
Billfagih, yang akrab disapa Agil, mendesak Pemerintah Daerah Wakatobi, Polres, dan Balai Taman Nasional Wakatobi untuk meningkatkan pengawasan, terutama di wilayah pulau-pulau terluar.
Langkah ini diharapkan dapat meminimalkan praktik pemboman ikan yang merusak dan memastikan keberlanjutan ekosistem laut yang menjadi aset penting bagi daerah tersebut. Ia juga mengimbau masyarakat, khususnya nelayan, untuk menghentikan praktik-praktik ilegal seperti pemboman ikan.
“Masyarakat harus menyadari bahwa menjaga laut bukan hanya untuk kepentingan hari ini, tetapi untuk keberlangsungan generasi mendatang,” tegasnya.
IPDA Darmin mengungkapkan pihaknya telah berkoordinasi dengan DPRD Wakatobi untuk mendorong rapat dengar pendapat (RDP) guna mencari solusi atas keterbatasan pengawasan laut.
“Kami berharap ada langkah konkret, terutama dalam hal penganggaran patroli dan penegakan hukum yang lebih tegas,” kata dia.
Meski sepanjang tahun 2024 belum ada kasus pengeboman ikan yang terungkap, indikasi aktivitas tersebut terus ditemukan. Beberapa nelayan melaporkan adanya ikan mati terapung di beberapa titik perairan, yang diduga akibat bahan peledak.
“Pelakunya tidak hanya nelayan lokal, tetapi juga dari luar Wakatobi. Kami masih melakukan penyelidikan terkait hal ini,” tambahnya.
Pemboman ikan tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga mengancam perekonomian masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada sektor perikanan. Lemahnya pengawasan dari Polres Wakatobi menjadi salah satu faktor yang disorot, karena belum adanya langkah nyata untuk mengatasi permasalahan ini.
Tanpa langkah tegas dari kepolisian, pemerintah daerah, dan provinsi, praktik ilegal ini berpotensi semakin meluas. Peningkatan patroli serta pengalokasian anggaran yang memadai menjadi langkah mendesak agar perairan Wakatobi tetap lestari. (red)