<
Daerah

Propam Mabes Polri Terima Aduan Kuasa Hukum PT BSP Terkait Penyidik Polrestabes Surabaya

151
×

Propam Mabes Polri Terima Aduan Kuasa Hukum PT BSP Terkait Penyidik Polrestabes Surabaya

Sebarkan artikel ini

SURABAYA, – Kasus dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan yang menjerat Direktur Utama sebuah perusahaan, IH, memasuki babak baru yang mengundang sorotan.

Di tengah proses hukum perdata terkait sengketa jual beli bijih nikel antara perusahaannya dan PT Bima Sakti Mineral yang masih bergulir, Polrestabes Surabaya justru menetapkan IH sebagai tersangka. Langkah ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai penegakan hukum dan potensi kriminalisasi dalam sengketa bisnis.

Meskipun gugatan perdata terkait dugaan wanprestasi yang diajukan PT Bima Sakti Mineral telah ditolak di tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan dikuatkan di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Surabaya, kepolisian mengambil langkah berbeda dengan menetapkan IH sebagai tersangka.

Situasi ini memicu perdebatan di kalangan ahli hukum mengenai prinsip ne bis in idem dan batas antara sengketa perdata dengan tindak pidana.

Tim Hukum Didit Hariadi & Rekan, selaku kuasa hukum IH, menyatakan keheranannya atas tindakan kepolisian. Mereka menilai penetapan tersangka tersebut terkesan dipaksakan dan mengabaikan fakta bahwa akar permasalahan berada dalam ranah hukum perdata yang telah diputus pengadilan.

Menyikapi penetapan tersangka ini, Tim Hukum Didit Hariadi & Rekan telah mengajukan Permohonan Perlindungan Hukum kepada Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri terkait penetapan klien mereka, IH, sebagai tersangka.

Permohonan ini didasarkan pada Surat Ketetapan Tentang Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/85/II/RES.1.11./2025/Satreskrim, tanggal 19 Februari 2025.

Dalam permohonan tersebut, tim kuasa hukum menyampaikan pendapat hukumnya, yang mencakup:

  • Dasar Hukum: Laporan Polisi, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka, dan Permohonan Perlindungan Hukum terhadap klien mereka atas dugaan       penipuan dan atau penggelapan.
  • Kronologi: Rincian kontrak jual beli bijih nikel antara PT. Bima Sakti Mineral dan PT. Bone Sulawesi Prima, termasuk adendum kontrak dan spesifikasi biji nikel yang diperjualbelikan.
  • Fakta Perbuatan: Penjelasan mengenai penjualan kargo biji nikel, gugatan perdata terkait pinalti ketidaksesuaian kadar yang ditolak pengadilan, kendala dalam pemuatan kargo, dan penerimaan down payment oleh klien mereka.

Ketua Tim kuasa hukum IH,  Didit Hariadi SH, berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap klien mereka tidak berdasar, mengingat PT. Bone Sulawesi Prima telah melaksanakan kewajibannya dalam pengadaan biji nikel.

Dia juga menyoroti bahwa PT. Bima Sakti Mineral tidak pernah mengajukan invoice atau memberikan peringatan terkait kewajiban pembayaran.

Lebih lanjut, Ketua Forum Advokat dan Pengacara Republik Indonesia (FAPRI) Sultra itu juga menyampaikan kekecewaannya terhadap proses penyidikan.

“Kami telah melaporkan penyidik Polrestabes Surabaya ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), serta Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) atas dugaan ketidakprofesionalan dan keberpihakan dalam menetapkan klien kami sebagai tersangka,” tegas Didit.

Praktisi hukum H Nainuri Suhadi SH.,M.Hum, memberikan analisisnya terkait kasus ini. Menurutnya, sengketa antara perusahaan IH dan PT Bima Sakti Mineral mengandung “Question prejudicielles a’action”, yaitu masalah perdata yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum proses pidana dapat dilanjutkan.

Dia juga menjelaskan konsep “Question prejudicielles au jugement”, di mana penyelesaian masalah perdata menjadi prasyarat sebelum pengadilan pidana dapat mengambil keputusan akhir.

“Prinsip mendasar dalam prejudicieel geschiel adalah soal kewenangan,” kata Nainuri. “Jika unsur pidana mensyaratkan adanya hak, sementara hak tersebut masih menjadi objek sengketa di pengadilan perdata, maka proses pidana menjadi prematur dan idealnya ditangguhkan hingga kejelasan hak tercapai.”

Upaya konfirmasi kepada Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Aris Purwanto terkait perkembangan kasus ini belum mendapatkan respons hingga berita ini ditayangkan.

Meskipun demikian, proses penyidikan di Polrestabes Surabaya dilaporkan terus berjalan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi kriminalisasi sengketa bisnis dan ketidakpastian hukum.

Para ahli hukum menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menangani kasus dengan irisan antara hukum perdata dan pidana, terutama dengan adanya putusan perdata yang telah berkekuatan hukum.

Pihak IH melalui kuasa hukumnya telah mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap proses penyidikan ke Propam dan Itwasum Mabes Polri, sebagai langkah mencari keadilan dan menjaga integritas sistem peradilan.

Rangkaian Peristiwa Kasus:

  • 17 Juli 2023: Perusahaan IH dan PT Bima Sakti Mineral menjalin kerja sama jual beli bijih nikel.
  • Agustus 2023: Perjanjian jual beli mengalami amandemen.
  • Perselisihan: Timbul perbedaan pendapat mengenai kualitas bijih nikel yang dikirim.
  • Gugatan Perdata: PT Bima Sakti Mineral mengajukan gugatan perdata ke PN Surabaya (No. 470/Pdt.G/2024/PN. Sby).
  • Putusan PN Surabaya: Gugatan PT Bima Sakti Mineral ditolak.
  • Putusan PT Surabaya: Putusan PN Surabaya dikuatkan (Nomor : 43/PDT/2025/PT SBY).
  • 5 Maret 2024: PT Bima Sakti Mineral melaporkan IH ke Polrestabes Surabaya atas dugaan penipuan dan/atau penggelapan dana muka senilai Rp 4,1 miliar.
  • 19 Februari 2025: Polrestabes Surabaya menetapkan IH sebagai tersangka (Nomor : S.Tap/85/II/RES.1.11./2025/Satreskrim).
  • 24 Februari 2025: Kantor Hukum Didit Hariadi & Rekan mengajukan Permohonan Perlindungan Hukum kepada Kadiv Propam Mabes Polri.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan berpotensi menjadi preseden dalam penanganan sengketa bisnis di Indonesia. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *