Kendari, – Sebanyak 60 perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara telah mengantongi kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2025 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, ada 15 perusahaan yang tidak mendapatkan alokasi kuota alias nihil.
RKAB merupakan dokumen wajib yang harus disusun oleh perusahaan pertambangan setiap tiga tahun dan diajukan ke Kementerian ESDM untuk mendapatkan persetujuan. Berdasarkan data yang diterima Kompas dari Kepala Dinas ESDM Sultra, Andi Azis, melalui Kabid Minerba, Muhammad Hasbullah Idris, daftar perusahaan penerima kuota RKAB berasal dari tembusan resmi Kementerian ESDM RI ke Dinas ESDM Sultra.
“Database kami adalah yang ditembuskan secara fisik oleh pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM. Jika tidak ada dalam daftar, berarti tidak ditembuskan,” kata Hasbullah saat ditemui di ruangannya pada 4 Februari 2025.
Dari daftar yang diterima, PT Sulawesi Cahaya Mineral menjadi perusahaan dengan kuota RKAB terbesar, yakni 19,35 juta MT. Disusul oleh PT Tiran Indonesia dengan 10 juta MT, dan PT Ceria Nugraha Indotama yang mengantongi 7,76 juta MT.
Berikut daftar lima besar perusahaan dengan kuota RKAB terbesar:
- PT Sulawesi Cahaya Mineral – 19.356.000 MT
- PT Tiran Indonesia – 10.000.000 MT
- PT Ceria Nugraha Indotama – 7.765.536 MT
- PT Gerbang Multi Sejahtera – 4.000.000 MT
- PT Putra Dermawan Pratama – 3.000.000 MT
15 Perusahaan Tak Dapat Kuota RKAB
Meski puluhan perusahaan mendapatkan alokasi, terdapat 15 perusahaan tambang yang tidak mendapat kuota RKAB tahun ini. Berikut daftarnya:
- PT Alam Raya Indah
- PT Kembar Emas Sultra (321)
- PT Kembar Emas Sultra (255)
- PT Pertambangan Bumi Indonesia
- PT Arga Morini Indah (Kabupaten Konawe Utara)
- PT Intan Perdhana Puspa
- PT Sulemandara Konawe
- PT Gema Kreasi Perdana (SK 83/2010)
- PT Pertambangan Bumi Anoa
- PT Putra Mekongga Sejahtera
- PT Patrindo Jaya Makmur
- PT Citra Silika Mallawa
- PT Riota Jaya Lestari
- PT Anugrah Harisma Barakah
- PT Rohul Energi Indonesia
Ketiadaan kuota ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidaksesuaian dokumen yang diajukan, persyaratan teknis yang tidak terpenuhi, atau kebijakan Kementerian ESDM yang lebih selektif dalam menetapkan RKAB.
RKAB menjadi instrumen penting dalam tata kelola pertambangan di Indonesia. Dokumen ini tidak hanya menentukan volume produksi yang diizinkan, tetapi juga mencakup aspek teknis, lingkungan, dan finansial dari suatu operasi pertambangan.
Dengan adanya persetujuan RKAB, pemerintah dapat mengontrol dan memastikan aktivitas pertambangan berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, alokasi kuota juga berperan dalam menjaga keseimbangan produksi dan keberlanjutan sumber daya alam.
Ke depan, industri pertambangan di Sultra masih menjadi sektor strategis yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian daerah. Namun, tantangan dalam pengelolaan lingkungan dan tata kelola yang transparan tetap menjadi perhatian utama agar sektor ini dapat terus berkontribusi secara berkelanjutan. (red)