SULTRA PERDETIK, – Kasus dugaan penambangan ilegal dan pengrusakan kawasan hutan di wilayah Marombo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), semakin mengemuka setelah Direktur PT. Bumi Nikel Pratama (BNP), Azkiran Razak, menjalani sesi klarifikasi dengan penyidik dari Ditreskrimsus Polda Sultra. Rabu, 20 September 2023.
Klarifikasi ini menandai langkah awal dalam pengungkapan kasus yang melibatkan perusahaan tambang tersebut.
Pasca klarifikasi, tim penyidik Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra memutuskan untuk menggelar perkara ini dan meningkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Langkah ini diambil setelah proses klarifikasi mengungkap sejumlah bukti yang memadai dan mendukung kecurigaan terhadap aktivitas PT. BNP.
Kanit I Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sultra, AKP Mochamad Jacub Nursagli Kamaru mengungkapkan bahwa penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sembilan saksi, termasuk tiga orang saksi ahli, dalam upaya mendalami aspek-aspek teknis dan peraturan terkait kasus ini.
Selain itu, lima unit alat berat yang diduga digunakan dalam penambangan ilegal telah disita di Marombo.
Kronologi penindakan dimulai pada Jumat, 15 September 2023, ketika petugas melakukan patroli terkait penambangan ilegal di wilayah Marombo.
Dalam patroli ini, mereka menemukan bukti-bukti yang mengarah kepada kegiatan penambangan ilegal.
Hasil pemeriksaan terhadap Direktur PT. BNP menjadi salah satu poin penting yang menyebabkan peningkatan status kasus ini.
Menurut mantan Kasat Reskrim Polres Konawe itu, peningkatan status ini memungkinkan penyidik untuk lebih mendalam dalam menyelidiki tindak pidana yang mungkin telah terjadi.
Saat ini, Azkiran Razak masih berstatus sebagai saksi, tetapi dengan bukti yang telah ditemukan, proses penyidikan akan semakin intensif.
Selain mengenai aktivitas penambangan ilegal, penyidik juga akan bekerja sama dengan pihak kehutanan untuk memverifikasi izin yang dimiliki oleh PT. BNP.
Hal ini bertujuan untuk memastikan apakah izin tersebut sesuai dengan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan.
Kata Jacub mengingatkan bahwa izin pertambangan berada di bawah wewenang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan bahwa verifikasi izin adalah tahap penting dalam penyelidikan ini.
“Pasal yang akan diterapkan dalam kasus ini termasuk Pasal 158 UU Minerba dan Pasal 89 UU tindak pidana pencegahan dan pemberantasan perusakan kawasan hutan. Ancaman hukuman minimal adalah 3 tahun dengan maksimal hukuman 15 tahun, serta denda hingga Rp. 100 Miliar,” tambahnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Direktur PT. BNP, Dr. Fachmi Jambak, SH.,MH, menjelaskan bahwa penetapan tersangka adalah kewenangan penyidik, dan pihaknya akan menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung.
Mereka telah menyiapkan bukti-bukti yang relevan, termasuk izin-izin yang dimiliki oleh PT. BNP, untuk membela kliennya.
Tentang izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Investasi, Jambak menekankan bahwa PT. BNP memiliki Izin Khusus yang berbeda dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Izin Khusus ini memiliki masa berlaku selama 5 tahun, dan perizinan tersebut telah diperjelas, meskipun tanpa nomor resmi yang nanti akan disampaikan oleh pihak penyidik dalam waktu dekat. (Red)