JAKARTA,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terkait dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) yang berlangsung pada 2019–2022. Kasus ini menimbulkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 893,16 miliar.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers, Rabu (13/2/2025), mengatakan bahwa ketiga tersangka diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pengambilan keputusan akuisisi PT JN. Mereka adalah Ira Puspadewi (IP), mantan Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024; Harry Muhammad Adhi Caksono (HMAC), mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024; serta Muhammad Yusuf Hadi (MYH), mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024.
“Para tersangka diduga mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan aspek ekonomi dan kelayakan bisnis yang memadai. Akibatnya, negara mengalami kerugian yang sangat besar,” kata Ghufron.
Kasus ini bermula pada 2014 ketika Adjie, pemilik PT JN, menawarkan kepada PT ASDP untuk mengakuisisi perusahaannya. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh sebagian direksi dan dewan komisaris PT ASDP dengan alasan kapal-kapal milik PT JN sudah berusia tua, sementara PT ASDP lebih memprioritaskan pengadaan atau pembangunan kapal baru.
Situasi berubah pada 2018 setelah Ira Puspadewi dilantik sebagai Direktur Utama PT ASDP. Adjie kembali mengajukan tawaran kerja sama dan akuisisi, yang kemudian ditindaklanjuti hingga berujung pada transaksi senilai Rp 1,272 triliun. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 893,16 miliar.
“Proses akuisisi ini terindikasi penuh dengan rekayasa, di mana nilai perusahaan yang diakuisisi jauh di atas harga wajar. Selain itu, ada dugaan pengabaian prinsip kehati-hatian dalam analisis investasi,” ujar Ghufron.
Ketiga tersangka kini ditahan untuk kepentingan penyidikan. KPK memastikan bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan sesuai dengan prosedur. Selain itu, penyidik masih terus menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.
Penahanan ini menjadi sorotan karena menyangkut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara oleh perusahaan pelat merah. Kerugian negara yang ditimbulkan dinilai sangat besar dan berdampak pada sektor transportasi nasional.
Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai kasus ini harus menjadi peringatan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya agar lebih berhati-hati dalam setiap transaksi bisnis yang melibatkan aset negara. “Prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik harus benar-benar diterapkan agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
KPK berjanji akan mengusut kasus ini hingga tuntas guna memastikan pertanggungjawaban hukum terhadap mereka yang terlibat. Sementara itu, masyarakat berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi BUMN lain untuk lebih transparan dalam setiap proses bisnis, guna mencegah potensi kerugian negara di masa mendatang.