KENDARI, – Sebuah foto bukti transfer rekening yang diduga merupakan pembayaran upeti kepada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Lapuko, beredar luas di kalangan jurnalis dan masyarakat. Bukti transfer tersebut, yang diduga berasal dari perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), menambah deretan isu terkait praktik transaksi ilegal di sektor pertambangan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, transaksi tersebut terjadi pada 8 April 2023 melalui aplikasi Livin Mandiri, dengan jumlah yang tercatat sebesar Rp 100 juta. Dalam keterangan transaksi, tercantum tulisan “Premi Syahbandar 20 tongkang mar23”, yang mengindikasikan pembayaran yang diduga berkaitan dengan aktivitas pengiriman tongkang oleh perusahaan tambang.
Pihak yang tercatat sebagai pengirim dana, MRC, diketahui merupakan salah satu karyawan PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS), yang beroperasi di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan. Sementara MD, penerima transfer tersebut, merupakan karyawan PT Wijaya Inti Lestari (WIN), perusahaan tambang lain yang juga beroperasi di Kecamatan Laeya, Konawe Selatan. Kedua perusahaan tersebut diketahui dimiliki oleh orang yang sama.
Praktik seperti ini bukan pertama kali mencuat dalam pemberitaan, dan semakin memperkuat dugaan adanya hubungan yang tidak transparan antara perusahaan tambang dengan pejabat pelabuhan. Dugaan pembayaran upeti ini muncul di tengah kekhawatiran terhadap lemahnya pengawasan terhadap kegiatan pertambangan yang kerap melibatkan transaksi ilegal di wilayah tersebut.
Respons KUPP Lapuko Tak Jelas
Kepala KUPP Kelas III Lapuko, Nurbaya, saat dikonfirmasi terkait masalah ini, menolak memberikan penjelasan langsung. Melalui pesan WhatsApp, Nurbaya hanya meminta agar media menunggu pengaturan jadwal klarifikasi dari Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kendari.
“Nanti via Pak Ketua PWI Kendari ya, yang aturkan. Nanti diatur jadwal oleh beliau karena saya juga saat ini lagi di luar kota,” tulis Nurbaya dalam pesan balasan yang diterima.
Sikap enggan memberikan penjelasan ini menambah tanda tanya besar di kalangan masyarakat mengenai transparansi dalam pengelolaan pelabuhan dan industri pertambangan di Sulawesi Tenggara. Di tengah tekanan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, kasus ini menjadi sorotan penting dalam menguji sejauh mana komitmen terhadap pemberantasan praktik ilegal dan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Kepentingan Bisnis dan Pengawasan yang Longgar
Di balik transaksi ini, terdapat pertanyaan lebih besar mengenai hubungan antara sektor pertambangan, pejabat pelabuhan, dan pengawasan pemerintah. Konawe Selatan, yang dikenal sebagai kawasan dengan aktivitas pertambangan yang masif, kerap menjadi titik rawan bagi praktik-praktik yang melibatkan pembayaran tidak sah.
Meski transaksi seperti ini sulit untuk dilacak tanpa bukti yang jelas, masyarakat dan kalangan jurnalis berharap agar kasus ini bisa mendapat perhatian serius dari pihak berwenang. Pemantauan yang lebih ketat terhadap transaksi keuangan di sektor pelabuhan dan pertambangan diyakini dapat mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan dan mencegah terjadinya praktik upeti yang merugikan kepentingan publik.